
Kalau lo tanya siapa klub terbesar di Italia, nama Juventus pasti muncul di urutan teratas. Bukan cuma karena jumlah gelar, tapi karena influence dan mentalitasnya. Juventus itu bukan cuma klub bola—dia adalah institusi, punya identitas yang kuat: menang itu wajib, bukan opsi.
Mulai dari era Platini, Del Piero, Buffon, sampai sekarang Vlahović dan Chiesa, Juventus selalu punya satu hal yang konsisten: mental juara.
Awal Berdiri: Bukan dari Stadion, Tapi dari Sekolah
Juventus berdiri tahun 1897, didirikan oleh sekelompok pelajar di kota Turin, Italia. Nama “Juventus” sendiri berasal dari bahasa Latin yang artinya “muda.” Ironisnya, klub ini justru sekarang dijuluki Si Nyonya Tua.
Awalnya, Juve nggak langsung besar. Tapi sejak dikuasai oleh keluarga Agnelli (pemilik FIAT), klub ini mulai berkembang jadi kekuatan utama sepak bola Italia dan Eropa. Dan ya, keluarga Agnelli masih megang Juventus sampai sekarang.
Dominasi di Serie A: Raja Tanpa Ampun
Juventus punya rekor terbanyak juara Serie A — 36 Scudetto resmi (beberapa diklaim lebih, tergantung hitungan sebelum era modern).
Yang paling ikonik? Era 2011–2020, saat Juve juara Serie A 9 kali berturut-turut.
Beberapa tokoh penting dari era itu:
- Antonio Conte – pelatih yang ngebangkitin mental juara
- Massimiliano Allegri – lanjutkan dinasti, masuk final UCL dua kali
- Buffon, Chiellini, Bonucci – trio legendaris di belakang
- Pirlo, Pogba, Vidal – trio gelandang kelas dunia
- Tevez, Dybala, Mandzukic – mesin gol
Era ini adalah puncak dominasi modern Juventus.
Liga Champions: Kutukan Besar yang Belum Luntur
Meski dominan di Italia, Juventus selalu “sial” di Eropa.
- 2 kali juara Liga Champions (1985, 1996)
- Tapi kalah di 7 final lainnya (terbanyak dalam sejarah UCL)
Final paling pahit?
- 1998 lawan Real Madrid
- 2003 lawan Milan (kalah adu penalti)
- 2015 vs Barcelona, 2017 vs Madrid
Fans Juve sampai percaya ada semacam kutukan Liga Champions. Tapi justru itu yang bikin mereka terus lapar dan ngejar gelar itu tiap musim.
Cristiano Ronaldo Era: Glamour Tapi Gagal Total
Tahun 2018, Juventus bikin kejutan: mereka rekrut Cristiano Ronaldo dari Real Madrid. Tujuannya jelas—juara Liga Champions.
Tapi hasilnya?
- Dominasi Serie A tetap jalan
- Tapi gagal total di UCL – selalu gugur di perempat atau 16 besar
- Masalah keuangan mulai muncul karena beban gaji tinggi
- Ronaldo cabut ke Manchester United di 2021
Era Ronaldo di Juventus itu mewah di atas kertas, tapi kosong secara prestasi Eropa. Dan jadi titik awal penurunan performa klub secara finansial dan olahraga.
Masalah Finansial & Kasus Hukum
Setelah era Ronaldo, Juventus nggak cuma menurun di lapangan, tapi juga kena badai di luar lapangan.
- Kasus pemalsuan laporan keuangan
- Pengurangan 10 poin di Serie A (2022/23)
- Dikeluarkan dari kompetisi Eropa oleh UEFA
- Terpaksa potong gaji dan jual pemain
Ini masa tergelap Juve sejak Calciopoli 2006, waktu mereka dihukum degradasi ke Serie B karena kasus pengaturan skor.
Tapi bedanya: sekarang masalahnya keuangan dan manajemen, bukan wasit.
Rebuild Era Allegri (Part II): Back to Basic
Massimiliano Allegri balik lagi jadi pelatih pada 2021, dengan misi:
- Stabilin tim yang mentalnya drop
- Bangun ulang skuad dari pemain muda
- Balikin identitas Juve: solid, kompak, hasil di atas estetika
Tapi problemnya: gaya main Allegri dianggap terlalu defensif, nggak cocok sama tren modern. Fans mulai frustrasi karena:
- Gol susah datang
- Gaya main “parkir bus”
- Pemain muda kayak Chiesa dan Vlahović jadi kurang maksimal
Namun, manajemen tetap sabar karena tujuan utama sekarang adalah rapihin internal dulu. Baru nanti gas lagi.
Pemain Kunci Sekarang: Campuran Talenta Muda dan Veteran
Skuad Juventus 2024–2025 punya banyak potensi, antara lain:
- Federico Chiesa – winger cepat, bisa jadi pemimpin
- Dusan Vlahović – striker klasik dengan finishing tajam
- Manuel Locatelli – pengatur tempo di tengah
- Bremer – tembok pertahanan
- Yildiz & Miretti – anak muda harapan masa depan
Dengan tambahan pelatih baru untuk musim 2025 (Thiago Motta is rumored heavily), Juventus bisa balik ke gaya main yang lebih agresif dan modern.
Identitas Klub: Menang itu DNA
Hal yang bikin Juve beda dari klub lain di Italia:
- Filosofinya bukan “main indah” tapi efektif & menang
- Mentalitas: “Fino alla fine” (sampai peluit akhir)
- Loyalitas ke struktur: hierarki klub kuat banget
- Punya fanbase global dan salah satu klub paling komersial di dunia
Juve itu kayak Real Madrid-nya Italia: pressure-nya gede, ekspektasinya tinggi, tapi juga punya tradisi panjang buat menang.
Kenapa Gen Z Masih Perlu Lirik Juventus?
- Lo bisa belajar soal mentalitas kerja keras
- Klub ini buktiin bahwa naik-turun itu wajar, tapi bangkit itu wajib
- Punya pemain muda berbakat yang bakal jadi bintang
- Fans-nya solid, bahkan pas tim lagi susah
- Juventus itu bukan klub musiman — dia ikon sejarah
Kalau lo suka klub dengan drama, trofi, rebuilding, dan kultur kuat, Juventus adalah paket lengkap.
Kesimpulan: Juventus, Klub Besar yang Lagi Siap Lahir Kembali
Juventus lagi di fase transisi. Bukan fase yang nyaman, tapi fase yang penting banget. Mereka udah belajar dari jatuhnya era Ronaldo dan masalah finansial, dan sekarang pelan-pelan bangun ulang tim yang bisa kompetitif tanpa harus mewah.
Dengan kombinasi pemain muda dan sistem yang dibenerin, Juventus bukan cuma bisa bangkit — mereka bisa lebih kuat dan relevan lagi di level Eropa dan dunia.
Tinggal tunggu waktu aja sampai mereka balik lagi ke tempat yang harusnya: papan atas.